“Ayah ibu, Clara mohon ijin kuliah.” Seperti biasa
aku pamitan pada ayah ibu setiap berangkat kuliah. Dan selalu saja ayah ibu
menasehati. “ Hati-hati nak banyak doa, jangan terpengaruh hal yang buruk”.
Kadang ayah suka setengah bercanda mengingatkan,”dan jangan pacaran ya!”
Aku wanita yang berjilbab. Dikeluargaku “pacaran”
hal yang tabu. Ayah selalu nasehat, “ Nak sudah dari ‘sananya’ kita disukakan
dengan lawan jenis. Tak usah ragu engkau suka kepada siapapun, atau ada yang
suka padamu, katakan saja pada ayah, pasti ayah lancarkan”, begitu ayah
meyakinkan kami.
Ayah bekerja di suatu BUMN ibu juga bekerja di perusahaan Negara yang lain. Kedua sama sibuknya. Aku punya kakak laki-laki kuliah sudah hampir selesai; mas Bambang aku memanggilnya ,sebagai saudara yang tertua dari kami tiga bersaudara. Adikku perempuan Nisa, sekolah sambil mondok dan kini sudah dirumah, akan siap siap ingin menjadi psikolog. Aku sendiri mengambil bidang kesekretarisan. Hampir semua sibuk , dirumah dibantu oleh bik Yoso sebagai pembantu rumah tangga.
Jarang sekali bertemu ayah ibu mengingat kesibukan masing masing. Kadang kadang hari sabtu minggu ada yang tidak hadir dirumah. Kalau tidak ayah, pasti ibu, atau salah satu diantara kami. Makanya kalau ada moment moment tertentu bisa kumpul, ayah suka menyempat nyempatkan menasehati kami. Ayah Ibu sangat khawatir tentang pergaulan anak anak muda jaman sekarang. Terutama kepadaku dan mas Bambang. Sebenarnya aku dan kakakku sependapat. Tapi begitulah, benar keadaannya apa yang dikatakan ayah, lingkungan itu bisa menggerus keimanan kita dan membentuk perangai baru.
Ayah bekerja di suatu BUMN ibu juga bekerja di perusahaan Negara yang lain. Kedua sama sibuknya. Aku punya kakak laki-laki kuliah sudah hampir selesai; mas Bambang aku memanggilnya ,sebagai saudara yang tertua dari kami tiga bersaudara. Adikku perempuan Nisa, sekolah sambil mondok dan kini sudah dirumah, akan siap siap ingin menjadi psikolog. Aku sendiri mengambil bidang kesekretarisan. Hampir semua sibuk , dirumah dibantu oleh bik Yoso sebagai pembantu rumah tangga.
Jarang sekali bertemu ayah ibu mengingat kesibukan masing masing. Kadang kadang hari sabtu minggu ada yang tidak hadir dirumah. Kalau tidak ayah, pasti ibu, atau salah satu diantara kami. Makanya kalau ada moment moment tertentu bisa kumpul, ayah suka menyempat nyempatkan menasehati kami. Ayah Ibu sangat khawatir tentang pergaulan anak anak muda jaman sekarang. Terutama kepadaku dan mas Bambang. Sebenarnya aku dan kakakku sependapat. Tapi begitulah, benar keadaannya apa yang dikatakan ayah, lingkungan itu bisa menggerus keimanan kita dan membentuk perangai baru.
Awalnya
biasa biasa saja, Niko sebenarnya kawan sepengajianku begitulah, selalu
mengajak ngobrol. Kadang aku risih , karena banyak teman teman memperhatikan.
Ada yang memandang aneh, ada seperti pandangan cemburu. Niko memang ganteng di
“komunitasku”, sarjana ,sudah kerja, keluarga berada. Tidak heran cewek cewek
lain juga seperti menguber dia. Aduh aku tak suka ini, apalagi sampai dilihat
ayah ibu atau kakak atau adik. Bisa salah paham. Tapi terus saja dia menemuiku,
ada saja sebagai bahannya yang agar bisa bicara
padaku, setiap kali berjumpa.
Bahkan
suatu hari, tidak kusangka dia berani datang ke kampus, alasannya menemaniku
sambil menunggu angkot
buat pulang, takut ada orang iseng katanya. Aku tetap saja menjaga jarak. Kalau
duduk di angkot aku cepat cepat lebih dulu berusaha duduk ditengah tengah antara
wanita. Padahal dia punya motor, dia punya mobil. Tapi perlu-perlunya dia
keluar kantor langsung nongkrong di kampusku, memang kantornya tidak terlalu jauh
dari kampusku. Kadang aku pernah tercetus, “sampai kapan kamu begini terus,
kalau dilihat teman, ayahku atau ayahmu apa jadinya, kan bisa salah paham”,
kataku. Dia cuek saja, “memang mengawal sesama saudara dosa?”, katanya dengan
yakin.
Beberapa
bulan lagi aku akan selesai mengambil D3 Sekretarisku. Kali ini aku tak melihat
Niko, ketika aku keluar kampus pulang
kuliah. Aku tenang karena tidak ada beban. Alangkah terperanjatnya aku, ketika
sampai dipinggir jalan , sebuah sedan merah menghampiriku. Ternyata Mas Niko.
Ayuk katanya. “ Kemana?, gak ah”, aku
ketakutan tak karuan. “ Itu sama papa saya , ngajak makan”. “ Sudah sore ,
nanti ayah saya dirumah kecarian”, ujarku.“ Yaaa, temui dulu dong bapak saya”. Aku
terpaksa menurut menemui bapaknya. “ Oh Bapak , maaf pak ibu mungkin sudah
menunggu dirumah”. Maksudku ibuku. “ Sebentar saja nak, melepaskan niat, kita
makan direstoran seberang itu”, katanya. Antara menerapkan budi luhur dan
takzim ke orang yang tua; membuatku tak berdaya, salah tingkah. Niko sudah
membukakan pintu belakang buatku. Direstoran tidak lama , sebab aku gelisah tidak
biasa seperti ini. Mereka juga mungkin menyadarinya. Hanya ngobrol berbasa
basi, tapi kulihat bapaknya Niko terus terus mengamati aku. Aku di drop di
mulut jalan ke rumahku, atas permintaanku. Sambil turun, aku lihat kiri lihat
kanan seperti pencuri perasaanku, malu dilihat kalau ada teman…….
Suatu
pagi minggu ada pengajian para remaja. Ramainya bukan main. Semua pada hadir,
termasuk mas Bambang , yang biasanya dia tak hadir alasan sibuk. Entah
bagaimana ceritanya, dia berdiri saja dimuka pintu pager pekarangan masjid,
seperti menunggu seseorang.Benar saja, tak lama sedan merah masuk, dan kemudian
diikutinya. Wah aku firasat tak enak. Karena aku kenal kakakku, ahli bela diri,
pembela teman. Sekali kepret tamatlah lawannya. Niko keluar dari pintu mobil, dia ga ngeh kalau diikuti
mas Bambang. “assalamualaikum”, mas menyapa.” Waalaikumsalam, wah mas Bambang, apa
kabar”. Kulihat tangannya merangkul pundak Niko, membawa
kepinggir
pager masjid.“Begini Niko saya perlu crosscheck”. “ Apa Mas Bambang”. “Begini, Saya
mendengar berita-berita tak enak dari beberapa teman, tentang kamu dan adik
saya, dari pada ngrasani dan sangka jelek itukan dosa, saya perlu Tanya
langsung“ Bambang berhenti sebentar melihat reaksi Niko. “ Tentang apa Mas”. “
Tidak, begini, hubungan kamu dengan adik saya, banyak dibicarakan teman teman,
ada yang lihat, kalian berduaan”. “ Maksud mas Bambang?”, Niko seperti purapura
tak mengerti.“ Ya seperti itu, maksudnya, kita langsung saja, bila Niko ada
niat baik kepada adik saya, kita ambil jalan lurus saja, kita atur, kita tidak
menghalang2i kok. Tapi kalau mau buat main-main saya tidak suka!”. “ Ah, gak
mas, saya ga ada niat apa apa kepada adik mas, kebetulan saja bertemu diangkot
pulang searah kan!” Niko membantah. “ Hati2 Niko Tuhan tidak pernah tidur, kita
teman, dan itu adik saya”. Taka da apa-apa, bener”, Niko tetap tidak ngaku.“ Ok lah kalau tak ada apa-apa. Cuma itu
saja kok, thanks Alhamdulillah jzkh.” Bambang menegaskan lalu beranjak, keduanya
kearah masjid.
Telah lebih dari sebulan ayah dinas luar
kota terus, kali ini ada dirumah ,rupanya beliau mengambil cuti beberapa hari
karena kelelahan. Buat refreshing barangkali, pakai Kijang ayah
jalan, sengaja melewati kampusku, barangkali mau sekalian. Pada hal Niko lagi2
menemui aku.Kami berdua duduk ditembok
dengan maksud menunggu angkot. Tapi
angkotnya sudah beberapa lewat, kami belum juga naik, Niko ngoceh terus. Ayahku
melihat kami berdua, sedangkan kami tidak melihat, karena Niko nyecerocos
terus, sedang aku tunduk. Ayahku yang tadinya mau menjemput, membantalkan niat
langsung pulang. Bak peribahasa untung tak dapat diraih, malang tak dapat
ditolak. Sepandai pandai tupai melompat sekali kali jatuh juga.
Tak menunggu lama habis syolat Isya
“pengadilan pun dibuka”.
Ayah, ibu, Bambang Nisa juga ada. “ Clara, nak”,
ayah mulai membuka “ sidang”. “ Ayah melihat kamu berduaan dengan Niko tadi di
kampusmu. Sebenarnya apa yang terjadi dengan kalian, ayah mau nyamper kamu,
tapi melihat begitu,hati ayah keburu serasa terbakar, ada apa kok begitu?” “
Iya Ayah”. “ Kita kan sudah janji, urusan seperti itu jangan sembunyi-sembunyi.
Kalau kalian saling suka terus terang tidak dihalangi, tapi akan dikawal
dilancarkan. Ketika laki perempuan
berduaan, pasti yang ketiga syaitan. Bahaya besar!” . Kamu paham itu!” ayah
menegaskan, tanpa memberi kesempatan aku bicara.
Tanpa ayal lagi Bambang bangun, “ biar saya
hajar dia ayah, sekarang, benar saja dia bohong ke saya” spontan dengan suara
keras bangun menuju pintu keluar dengan tangan baju digulung. Langsung ibu
teriak,” Bambang, Bambang, nak, nak sabar , sabar,” Ibu menarik lengan Bambang,
menggeletar “ sabar Clara saja belum
menjelaskan”.
Sambil menangis aku cerita bahwa Niko sudah lama seperti itu, kuteruskan , “Tapi Clara mau cerita takut menjadi salah paham, ayah”. “Dia bilang apa sama kamu, kalau ketemuan seperti itu”, ayah tanya dengan kesel.
Sambil menangis aku cerita bahwa Niko sudah lama seperti itu, kuteruskan , “Tapi Clara mau cerita takut menjadi salah paham, ayah”. “Dia bilang apa sama kamu, kalau ketemuan seperti itu”, ayah tanya dengan kesel.
“Dia tak pernah menyatakan suka pada saya
dan sayapun tak pernah tanya apapun padanya”.” Lantas apa maunya, mengganggu
begitu ?” “ Ya, Bahkan Clara sudah sampaikan betapa malu kalau dilihat teman
bisa salah paham. Sampai kapan mas Niko mau begini terus. Tidak itu saja ayah ibu, ayahnya sendiri sudah tiga kali mengajak makan di restoran
terdekat”. “ Ayahnya!?” ayah ,ibu, Bambang hampir serempak, setengah kaget tak
percaya.” Terus ngapaian aja?” Bambang nyeletuk.” “Ada apa pikiran bapak dan
anak itu?”, ayah bergumam.
“ Ya makan begitu aja, tapi tidak ada tanya
ini itu atau cerita apa .”Begitu kuceritakan semuanya tanpa ada yang
kututup-tutupi. Ayah tanya,” kapan wisudamu?
“Sebentar lagi ayah sekitar dua bulan lagi”.
“Begini , semua saja
ya!, ayah minta perhatian pada kalian.“Ini urusan ayah ambil alih. Bambang tidak
boleh berbuat apa apa kecuali ayah suruh. Ayah akan menemui ayahnya Niko
secepatnya menyelesaikan masalah ini. Kamu Clara harus toat dengan putusan ayah.” “ Dengar Clara?”, iya ayah”, jawabku,
rasanya tenggorokan ku kering, dengan
air mataku mengalir terus, rasa malu tak menentu.” Bambang luangkan waktu dan Nisa juga bantu bergantian menemani
pulang Clara dari kuliah, selama dua bulan ini saja.Bisa?! ayah bertanya tapi maksa. Keduanya
mau apa lagi, semua takut pada ayah. “ InsyaAllah, ayah” Bambang dan Nisa berbarengan.
“Ibu usahakan pulang lebih cepat tepat
waktu, bisa meringankan anak anak. Sambil soal ini jelas,kita lihat apa maunya; paham semua?!” ayah
menegaskan. “ Iya , Insya Allah, tapi kita masingmasing ibu minta sangka baik dulu dan berdoa minta yang terbaik
pada Allah”, Ibu sambil mengusap air matanya. Ayah ngedumam tak jelas, ya
mengucapkan taawudj, ya istigfar, ya masyaAllah, tak jelas. Kelihatan tak puas,
kesel, merasa kecolongan, merasa tak berguna sebagai ayah, tak bisa menjaga
anak…entahlah apa dipikirannya…
Tak pakai lama ayah menelpon bapaknya Niko
ingin silaturahim malam minggu ini. “ Assalamualaikum, dengan bapaknya Niko?” “
Iya, Saya Rakhmat, Bapaknya Bambang”. “
Pak Dendi, sudah lama ga ketemu , kangen, kepengin silaturahim kerumah bapak malam
minggu ini. Bapak ada acara enggak ya?“ Bisa Pak?” Iya baik saya berdua
saja, Insya Allah dengan Ibunya anak
anak”. “ Alhamdulillah jazaakallahu khoiro pak!, amiin” Assalamualaikum”. ……………………………….
Malam minggu itu serasa datang begitu cepat.
Sementara ayah mungkin serasa lama. Tapi apapun itu, firasatku mengatakan aku
tak suka ini. Ayah sudah berangkat, dirumah aku
bersama mas Bambang dan Nisa. ………………………………………………………
Setelah berbasa basi, pak Rakhmat
menyampaikan tujuannya. “Begini pa Dendi, kita sama sama sepengajian, tahu
hukum. Ini mengenai hubungan anak kita”, pak Rakhmat menceritakan apa yang
disampaikan Clara padanya, ke pa Dendi. “ Itu betul!” , jawab pak Dendi. “ Niko
minta saya menilai pilihannya, dan memang saya sudah dua atau tiga kali makan
bersama dengan putri bapak. Terus terang
saya cocok dengan pilihan Niko, Cuma saja saya masih mengumpul ngumpul, kalau
terwujud”. “Pak Dendi begini, saya tidak tahu perasaan Clara, tapi kesan saya, mungkin
dia tidak akan menolak kalau betul kita mau besanan”. Pak Rakhmat berhenti sebentar
sambil melihat istrinya, kemudian, “ menurut saya kita resmikan saja secara
sederhana. Kita sama sibuk tidak bisa mengawal anak anak kita. Masalah cukup
atau tidak itukan relative. Tapi kita kan tahu “ carilah kekayaan lewat nikah”.
Mudah mudahan bila sudah resmi hidupnya mendatangkan kebarokahan, dari pada
ditunda tunda tapi dalam pelanggaran”, pak Rakhmat menegaskan. “ Wah saya
sependapat dengan bapak kalau begitu, ya kan bu?”, pak
Dendi mengungkapkan perasaannya sambil minta persetujuan istrinya. Sebelumnya
pa Dendi seperti ada beban di air-mukanya, ada kesan malu, segan, berat terhadap
pak Rakhmat.
Hari
itu seisi keluarga merasa ceria terutama aku, karena hari wisudaku telah tiba.
Ayah Ibu tidak ke kantor karena
memerlukan mengikuti acara wisudaku. Aku senang luar biasa, karena aku
lulus dengan predikat Cum Laude, padahal hanya jenjang D3, sak-bodoh berkata aku
dalam hatiku. Memang acara wisuda lama sekali, tampak ayah
ibu ngobrol dengan teman
sebelah mengisi waktu. Hari itu kami
pulang sudah siang berfoto sana sini, setelah mampir dulu di restoran. Lelah
bukan main...
Sabtu pagi ayah berpesan
supaya malam nanti semua ada di rumah .
Mas Bambang di telpon supaya pulang, Nisa acara yang biasa supaya minta ijin,
katanya mau ada tamu... Ibu kayaknya repot mempersiapkan segala sesuatu
menyambut tamu. Kami jarang menerima tamu.
Benar saja , sorenya tamu
yang dimaksud sudah datang. Tak lain pa Dendi beserta ibu dan mas Niko. Rupanya
Ayah merahasakan pada kami tamu yang akan datang. “Assalamualaikum”.
“Waalaikumsalam”, ayah menjawab. “ Silakan masuk pa Dendi”, terdengar suara
ayah menyambut dan mempersilakan tamunya masuk. Hatiku terkesiap mendengar suara
ayah. Aku masih di kamar. Satu persatu kami muncul ikut menyambut tamu. Terasa
kekakuan diantara kami, maklumlah memang dua keluarga ini belum familier
ditambah lagi ada kasusku. Ayah mulai berbasa basi memecah kekakuan. Sementara
mas Niko mendekat ke sebelah mas Bambang terus mengajak ke teras. Belakangan
aku tahu kalau mas Niko minta maaf ke mas Bambang atas pernyataan nya pada
waktu di parkir mesjid tempo hari.
“ Mas mohon maaf, dulu di
parkir mesjid saya bicara seperti itu, sebenarnya saya takut tidak diterima. Takut ditolak sama
keluarga mas. Makanya waktu saya rahasiakan Sekarang sejak kedatangan orang tua mas kerumah, semua sudah
terbuka, bagaimanapun saya salah”. ‘ Ah sudahlah , yang lalu biarkan. Tapi
sebenarnya kalau iya, kita mau melancarkan, agar tidak terjadi apa-apa. Ayo
sudah, kita masuk lagi”.
Beberapa bulan kemudian
aku resmi jadi istri mas Niko. Kami seperti orang baru berpacaran saja. Kami
keluyuran kemana-mana. Silaturahim ke sanak saudara pihak ku dan pihak mas
Niko. Aku punya famili di Medan, di Sumbawa di Banyuwangi. Sedang mas Niko ada
di Padang dan ada di Palembang. Semua kami kunjungi. Dunia ini terasa seperti hanya milik kami berdua.
Betapa “meriahnya” dua keluarga mendengar aku sudah
mengandung. Segala macam saran rekomendasi untuk menjaga kandunganku datang
dari berbagai pihak. Mas Niko hati hati menjagaku, pokoknya seperti aku
diperlakukan layaknya seorang ratu. Telpon selalu berdering kalau tidak dari
Ayah ibu tentu dari keluarga mas Niko. Menanyakan kabar, kesehatan, terus
menasehatiku. Aku yang
tadinya mau bekerja setelah wisuda tidak terwujud. Semua menolak tidak setuju.
“ Kapan kapan sajalah, gampang nanti; Belajar mengurus keluarga dulu”. Memang
kemesraan dengan mas Niko tak terbayang sebelumnya, hari hari yang kulalui
penuh dengan kasih sayang dan rasa bahagia yang berlimpah, diluar angan
anganku.
Suatu malam, mas Niko
merasa sakit dibagian belakangnya. Tapi katanya tak apa apa , nanti setelah
makan obat , terus tidur pasti sembuh. Benar saja , paginya kelihatan mas Niko
kelihatan segar siap ke kantor lagi. Kejadian ini kuceritakan ke ayah ibu dan juga
ke orang tuanya mas Niko. Tapi semua nya menjawab menghiburku, tak apa-apa kata
kata mereka. Aku tinggal disebelah di paviliun rumah orang tua mas Niko kira
kira begitu.
Saatnya aku melahirkan
benih cinta kasih kami. Dua keluarga “geger” mengurusku. Lelah loyo sirna
melihat simungil putih halus seperti sutra. Klimaks kebahagian yang kami
rasakan. Luar Biasa, Allah Maha Besar. Suara azan Mas Niko yang serak diiringi
airmatanya melegkapi kebahagiaan ini. Ya Tuhan semoga engkau mengekalkan
kebahagiaan ini.
Suasana meriah dirumah
luar biasa. Semua wajah berseri menyambut keberadaan si mungil. Tak
henti-hentinya mengalir cerita kelucuan sibayi dar semua orang yang
menjenguknya. Alhamdulillah ya Allah , betapa
senangnya karuniamu ini....
Seperti biasa Mas Niko berangkat kantor, kali ini terus
menerus dia seperti tak mau pisah dengan sang baru dua bulan Mungil memandangi
ayahnya senyum tak henti hentinya. “Sudah Mas nanti terlambat”, kataku. “
“Sebentar, ngangeni kalau pas di kantor”, jawab mas Niko, dengan berat hati
akhirnya mas Niko berangkat juga.
Tak seorangpun tau apa
yang terjadi besok, tak seorangpun tahu dimana dia akan berakhir, demikian
salah satu firman Allah.
Seperti suara petir disiang bolong, telpon berdering dari kantor, kalau mas Niko di
rawat dirumah sakit. Tulang tulangku serasa lepas dari dagingnya, aku tak
berdaya.
Semua anggota keluarga kaget. Di rumah sakit mas Niko
diruang ICU belum sadar. Apa pokok perkaranya tak seorang mengerti. Dokter
hanya meminta sabar akan melihat hasil lab dan segala rekam medis. Semua berdoa
mengharap kesembuhan . Besoknya mas Niko sudah dipindah keruangan. Aku
tak diberi tahu penyakitnya. Ternyata ditubuh mas Niko ada tumor ganas yang
sudah melebar menyerang paru dan jantung, tapi tak pernah dirasakan. Setelah
tiga hari mas Niko sadar . Matanya liar mencari cari Aku ada disitu, dia berusaha
senyum tawakkal, “titip si mungil” katanya lirih. “ Mas ucapkan lailahaillallah”
Dia mengikuti “ lailahaillallah..” , terus tak sadar lagi , atau... aku teriak
memanggil dokter....
Nyonya sabar, kita sudah
berusaha tapi yang "diatas" menentukan lain...
Langit serasa runtuh,
seketika aku terkulai. Selanjutnya aku tak tahu lagi....
Mas Niko tercinta telah meninggalkanku bersama benih cinta kami yang baru
berumur dua bulan. Aku seperti tidak meginjak diatas bumi. Dunia ini gelap dan
sempit, tak ada orang yang bisa menggantikan posisinya bagiku. Bagaimana kasih
sayangnya padaku. Bagaimana lemah lembutnya dia membuaiku, pengertian,
perhatian yang tumpah. Ya Tuhan benamkanlah cinta suamiku ini dalam jiwaku,
betapa dia tulus dan sayang dan cinta padaku. Tetapi mengapa kau ambil demikian
cepat, ditengah aku belum mengerti kewajiban ayah dan ibu. Kearifan ayah ibu sama
sekali tak menyentuh diri ini, seolah tak terdengar bujuk rayu menasehati
diriku dalam ketulusan.
Ketika malam Mas Niko serasa menghampiriku. Sehingga
aku serasa meraung berteriak ,”Mas Niko, jangan biarkan aku sendiri, kemana saja bawa aku, aku tak mampu sendiri”.
Seluruh anggota keluarga geger, datang menghampiriku. Malam malam berikut
kurasa Mas Niko mengetuk pintu pulang kerja, aku bangun berlari, minta maaf
lambat membuka pintu. Karuan saja lagi-lagi anggota keluarga menangkap aku. “
Nak sadar, ini ayah, sadar”, Mas Niko ayah, pulang kerja , mengetuk pintu,””
Tidak sayang, Mas Niko sudah tak ada. Mas Niko sudah berhasil, sudah
menyelesaikan tugasnya di dunia, dia ada
di surga. Tinggal kita disini, harus
menyelesaikan tugas kita. Kalau kau ingin bersamanya, ramutlah Eka sehingga dia
menjadi anak yang solih. Sabar Nak, semua orang akan kembali keharibaan
Illahi”. Aku terkulai pingsan. Samar-samar kudengan ayat suci Alquran
ditelingaku. Kepalaku, muka ku terasa dingin. Mungkin ketika aku pingsan aku
disiram air sambil ada yang berdoa dan membaca ayat-ayat suci Alquran. Aku
menatap kosong ke langi-langit tak berdaya. Membuat seisi rumah kebingungan. Menggoyang
goyang tubuhku. Mulutku tak bisa kugerakkan. Aku lupa lagi, diriku dimana lagi.
Ketika sadar dalam rongga perutku seolah ada tetes embun . Perlahan kubuka
mataku.” Aku dimana”. Ternyata ada dokter disebelahku, ayahku,ibuku… Kulihat
tanganku diinfus, sudah berhari aku tak ingat makan dan minum….Seketika aku terngat si kecil. oh kasihan bayiku, nasibmu malang nak… Dokter menasehati diriku,
guru spritualku menasehati aku, ayah ibu yang kucintai… Aku ingat, aku mencari
bayiku yang malang… Kurangkul sejadi jadinya dengan airmata yang tak bisa
dibendung ini. Maafkan ibu, Doakan ibu nak..kuatkan…kuatkan ya Allah…Allaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahh hati ini….
Kadang aku ingin matahari ini cepat kembali
besok. Siangnya aku mengharap dia kembali menghilang cepat.. Bunga mawar yang
selalu berbaik memberikan warna dan keharuman disamping tempat aku duduk,
seperti terkulai menangisi keadaanku. Kurangkul bayiku dipagi itu Kemana aku bawa diri
ini. Ya Tuhan kau tahu dimana aku
,kau tahu keadaanku..TAMAT